banner 345x1150
banner 345x1150

Batas Garis Patriotisme: Eks Marinir TNI dan Kontroversi ‘Foreign Fighter

Seorang pria mengaku mantan prajurit Marinir TNI AL dan sekarang bergabung militer Rusia berperang di Ukraina viral di medsos. Ini penjelasan TNI AL. (repro TikTok @zstorm689) Baca artikel detiknews, "Viral Eks Marinir Gabung Tentara Rusia Perang di Ukraina, Ini Kata TNI AL" selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-7908954/viral-eks-marinir-gabung-tentara-rusia-perang-di-ukraina-ini-kata-tni-al. Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/
banner 728x90
SPACE IKLAN

Sejak pekan lalu, publik dihebohkan oleh beredarnya video yang menampilkan seorang pria berpakaian militer Rusia, mengaku sebagai mantan prajurit Marinir TNI Angkatan Laut. Pria itu kemudian diidentifikasi sebagai Satria Arta Kumbara, yang diketahui pernah dipecat dari dinas aktif TNI AL pada 2023 karena dugaan desersi. Tanpa menunggu waktu lama, Komisi I DPR RI segera meminta klarifikasi kepada pihak TNI AL dan Kementerian Luar Negeri: apakah benar Satria memasuki wilayah Rusia dan menempati posisi di militer negara bersangkutan?

Pemeriksaan awal oleh TNI AL belum menemukan bukti kehadirannya di Rusia, sementara Kemlu RI juga menyatakan belum memiliki catatan resmi atas keberangkatan tersebut. Meski demikian, ketidakjelasan itu tidak meredam keprihatinan publik maupun dorongan legislator untuk menegakkan ketentuan Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Di pasal 23, disebutkan secara tegas bahwa setiap warga negara Indonesia yang memasuki dinas tempur negara asing tanpa izin pemerintah otomatis kehilangan status kewarganegaraan.

Reaksi DPR tidak sebatas meminta data. Mayjen (Purn) TB Hasanuddin, anggota Komisi I, menegaskan bahwa jika Satria masih tercatat sebagai WNI dan benar mengikuti barisan militer Rusia, yang bersangkutan dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan KUHP dan peraturan pertahanan negara. Di sisi lain, sejumlah pakar hukum menyoroti pentingnya membuktikan secara konkret kehadiran fisik Satria di wilayah konflik—karena jika klaim itu ternyata hoaks, pasal tentang penyebaran informasi palsu di UU ITE juga bisa diterapkan.

Fenomena “foreign fighters” bukan monopoli Ukraina–Rusia. Di berbagai belahan dunia, individu-individu terpanggil bergabung dalam konflik asing, termotivasi oleh iming-iming gaji yang lumayan atau idealisme politik. Dalam konteks Indonesia, Kementerian Pertahanan dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme memperingatkan potensi risiko intelijen dan propaganda, serta bahaya radikalisasi saat mereka kembali ke tanah air.

Agar insiden serupa tak terulang, pemerintah kini diharapkan memperketat koordinasi lintas kementerian—TNI, Kemlu, dan Imigrasi—serta mengecek database keberangkatan warganya secara berkala. Selain itu, upaya sosialisasi mengenai konsekuensi hukum dan keamanan bergabung militer asing harus segera digencarkan, agar setiap warga memahami risiko dan implikasi langkah tersebut.

Kasus Satria Arta Kumbara sesungguhnya menjadi momentum menegaskan kedaulatan hukum dan kedaulatan negara. Bila terbukti, mekanisme “kehilangan kewarganegaraan” akan berjalan otomatis tanpa perlu keputusan terbitan kementerian, namun bukti dan proses pemeriksaan tetap wajib transparan. Kelak, publik akan menilai seberapa tegas negara menjaga warga negaranya—sekaligus menjaga citra dan keamanan nasional.

Penulis: MIRZAEditor: MIRZA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *