banner 345x1150
banner 345x1150
Opini  

IMIP: Nyala Hilirisasi dari Timur

Foto : Andika (Sekwil Partai Gema Bangsa Sulteng)
banner 728x90
SPACE IKLAN

Oleh : Andika

Di masa lalu, Indonesia Timur sering dianggap pinggiran — jauh dari pusat kekuasaan, apalagi pusat industri. Tapi hari ini, dari tepian pesisir Sulawesi Tengah, muncul satu cahaya yang mulai membalikkan narasi itu: Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).

Di kawasan inilah, hilirisasi yang selama ini sering jadi jargon, benar-benar diwujudkan. Nikel, feronikel, stainless steel, krom, hingga material baterai diproses dan dikembangkan di tempat yang sama. Aktivitas industri berat yang dulu hanya kita bayangkan di Jawa atau luar negeri, kini berdiri megah di Morowali. Ini bukan hanya kemajuan fisik, tapi sebuah transformasi geoproduktif.

IMIP tidak berdiri di ruang hampa. Keberadaannya secara langsung mengangkat perekonomian Sulawesi Tengah — dari pertumbuhan PDRB, penyerapan tenaga kerja, hingga geliat UMKM dan jasa. Sebagaimana dijelaskan oleh Paul Krugman dalam teori Ekonomi Geografi Baru, konsentrasi industri menciptakan daya tarik tersendiri: ketika produksi terkonsentrasi di satu wilayah, maka akan tercipta efek aglomerasi — mulai dari infrastruktur, tenaga kerja terampil, hingga peningkatan konsumsi lokal. Itulah yang kini terjadi di Morowali.

Namun keistimewaan IMIP tak hanya karena skalanya besar atau jumlah tenaga kerjanya yang melimpah. Yang menjadikannya istimewa adalah posisinya dalam rantai nilai global yang semakin modular dan terfragmentasi. Dalam teori defragmentasi manufaktur global, industri tidak lagi diproduksi dalam satu tempat dari hulu ke hilir. Sebaliknya, dunia kini bergerak menuju produksi modular — satu komponen dibuat di satu negara, diolah lanjut di negara lain, dan dirakit di tempat berbeda.

Dalam konteks itu, IMIP hadir sebagai node strategis dalam jaringan manufaktur global. Dengan memproduksi bahan setengah jadi dan material energi baru, Indonesia tidak lagi sekadar menjadi lumbung bahan mentah, tetapi menempati posisi penting dalam peta manufaktur dunia.

Meski begitu, harus diakui: pekerjaan rumah kita belum selesai. Pemerintah Pusat belum sepenuhnya mendorong tumbuhnya industri konsumsi berbasis produk IMIP. Produk seperti stainless steel dan material baterai masih banyak diekspor tanpa melalui proses nilai tambah lanjutan di dalam negeri. Padahal jika negara hadir mendorong tumbuhnya industri turunan — kendaraan listrik, komponen industri rumah tangga, hingga manufaktur teknologi — maka nilai tambah akan berlipat dan menyebar ke berbagai sektor: logistik, inovasi, jasa, bahkan pendidikan.

Di balik semua prestasinya, IMIP juga menyimpan misi sosial: alih teknologi dan beasiswa hilirisasi. Ini bukan hanya kawasan produksi, tetapi juga ekosistem pembelajaran. Sebuah visi yang menyadari bahwa pembangunan industri sejati harus bersanding dengan pembangunan manusia.

Tentu, kritik dan tantangan selalu ada. Tapi satu hal yang tak bisa dibantah: kehadiran IMIP adalah bukti nyata bahwa Indonesia Timur bisa menjadi pusat gravitasi baru industri nasional. Sebuah titik terang yang mengajak kita percaya bahwa perubahan besar bisa dimulai dari pinggiran — asal ada visi, kemauan, dan keberpihakan.

IMIP telah menyalakan nyala itu. Kini tinggal bagaimana negara menjaganya tetap hidup, menambah bahan bakarnya, dan menjadikannya api besar yang menyinari jalan panjang hilirisasi Indonesia.

 

Penulis adalah Sekretaris Wilayah DPW Gema Bangsa Sulawesi tengah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *