Oleh: Andika
Ketika dunia fokus pada Ukraina dan Rusia, krisis lain tengah mendidih dan berpotensi mengubah peta dunia: Israel melawan Iran dan sekutu-sekutunya. Banyak yang masih berpikir bahwa Israel adalah kekuatan militer tak terkalahkan, dilindungi oleh NATO dan dipersenjatai oleh teknologi Barat. Tapi narasi ini sedang runtuh.
Dalam kenyataan geopolitik terbaru, Israel mulai terlihat letih. Ia semakin terisolasi, sumber dayanya terkuras, dan musuh-musuhnya justru tumbuh dalam daya tahan. Dalam skenario perang berkepanjangan, justru Iran yang tampak siap bertahan lebih lama — bahkan hingga dua dekade ke depan.
Israel Berperang Sendirian
Sejak perang Ukraina meledak, perhatian dan sumber daya NATO terkunci di Eropa Timur. Amerika Serikat menyalurkan hampir setengah triliun dolar ke Kyiv, sementara Eropa kelelahan oleh krisis energi dan inflasi. Dalam konteks ini, Israel tidak lagi menjadi prioritas tunggal.
Meski tetap menerima bantuan, Israel kini berada dalam posisi yang jauh lebih terisolasi secara strategis. Washington tidak bisa menjamin pasokan amunisi, logistik, dan tekanan diplomatik dalam dua front besar sekaligus. Untuk pertama kalinya dalam sejarah modernnya, Israel kemungkinan besar akan menghadapi perang regional besar tanpa jaminan penuh dari NATO.
Perang Biaya Tinggi vs Rudal Murah
Inilah kenyataan brutal yang jarang dibahas: Israel mengandalkan sistem pertahanan mutakhir seperti Iron Dome, David’s Sling, dan F-35 yang luar biasa mahal. Satu peluncuran rudal Iron Dome bisa menelan biaya hingga USD 40.000, sementara setiap rudal David’s Sling bisa menembus USD 1 juta.
Bandingkan dengan taktik Iran dan sekutunya: mereka meluncurkan drone kamikaze murah dan rudal balistik yang biaya produksinya ribuan kali lebih rendah. Mereka tidak berharap semua rudal sampai ke sasaran. Mereka hanya berharap cukup banyak rudal menembus pertahanan untuk menciptakan kerusakan psikologis dan logistik.
Ini adalah perang ekonomi tak langsung — dan dalam jangka panjang, Israel mungkin tak akan sanggup menanggungnya.
Iran dan Sekutunya Tak Takut Lapar
Kekuatan utama Iran bukan hanya misil atau pasukan, melainkan ideologi ketahanan dan pengorbanan. Iran telah hidup di bawah embargo ekonomi puluhan tahun, dan masyarakatnya tumbuh dengan semangat resistensi.
Berbeda dengan Israel yang sangat sensitif terhadap kerugian sipil dan ekonomi, blok Iran-Hizbullah-Houthi tidak tunduk pada tekanan pasar saham atau rating lembaga pemeringkat. Mereka siap kehilangan infrastruktur, asalkan bisa mengguncang sistem Israel dari dalam. Ini adalah asimetri semangat dan makna, bukan sekadar senjata.
Pukulan Ekonomi Tiongkok terhadap Amerika
Dalam waktu bersamaan, Tiongkok mengguncang pilar dominasi dolar. Upaya de-dolarisasi oleh China, BRICS, dan OPEC+ perlahan-lahan menggoyahkan kemampuan Amerika mencetak uang tanpa batas. Jika kemampuan fiskal AS melemah, Israel pun kehilangan donor utama untuk membiayai perang panjang.
Israel sangat tergantung pada dana bantuan dan dukungan diplomatik dari Washington. Ketika ekonomi AS tertekan, semua bantuan akan dievaluasi. Tidak ada perang murah, dan Israel mungkin tidak lagi bisa membayarnya.
Israel Mungkin Hanya Punya Waktu 5 Tahun
Dengan sumber daya yang terkuras, tekanan geopolitik meningkat, dan dukungan NATO yang terbagi, Israel kemungkinan hanya bisa bertahan dalam konflik regional besar selama lima tahun — atau bahkan kurang, jika konflik eskalatif pecah di beberapa front sekaligus.
Musuh-musuhnya tidak perlu menang dalam waktu cepat. Mereka hanya perlu mengulur waktu, menjaga tekanan, dan membiarkan Israel hancur dari dalam — secara ekonomi, sosial, dan psikologis.
Dunia Baru Sedang Dilahirkan
Dunia sedang bergerak menuju sistem multipolar. Perang ini bukan hanya soal Gaza, Hizbullah, atau Iran. Ini adalah ujian bagi sistem dunia yang dibangun oleh kekuatan lama. Israel — sebagai simbol perpanjangan kekuasaan Barat di Timur Tengah — kini menghadapi tantangan eksistensial.
Mungkin, dalam hitungan tahun, kita akan menyaksikan bukan kemenangan militer Iran atau kekalahan Israel, tetapi runtuhnya ilusi bahwa teknologi, uang, dan dominasi informasi bisa menggantikan makna perjuangan dan ketahanan moral.