Indeks

Lamontoli Melawan Sunyi: Protes Damai yang Menggema dari Jantung Tambang Morowali

Ilustrasi Warga Desa Lamontoli bersuara lantang di tengah sunyi kekuasaan. Karikatur ini menggambarkan kontras tajam antara harapan rakyat kecil dan ambisi besar korporasi serta pejabat—di mana legalitas tambang dibagikan, tapi air tetap keruh dan lahan menghilang. “Rp139 Triliun Investasi, Tapi Untuk Siapa?” jadi pertanyaan yang terus bergema di tanah Morowali.
banner 468x60

Morowali, SultengDaily.com — Suara langkah warga Desa Lamontoli menggema di pelataran Kecamatan Sombori Kepulauan, Morowali, Minggu pagi, 15 Juni 2025. Mereka datang tak membawa senjata, hanya poster, megafon, dan harapan—agar suara kecil mereka terdengar oleh kekuasaan dan korporasi yang kerap luput mendengar.

Ratusan orang dari Aliansi Masyarakat Lamontoli berkumpul dalam aksi damai menentang kehadiran tiga perusahaan tambang di wilayah mereka. Di tengah pengawalan aparat, mereka menyuarakan keresahan yang tumbuh sejak lama—meskipun hingga berita ini diturunkan, belum satu pun pihak perusahaan menanggapi secara resmi.

banner 325x300

Tak ada tuntutan yang diumumkan secara terbuka hari itu. Namun keheningan itu justru berbicara banyak. Di Morowali, keluhan atas tambang bukan barang baru: dari konflik lahan hingga air yang keruh, dari debu yang membungkus desa hingga pekerjaan yang hanya menjanjikan pada awalnya. Aksi Lamontoli tak perlu daftar panjang tuntutan untuk menjelaskan: ketidakadilan itu sudah jadi bagian dari napas sehari-hari.

Morowali kini bukan sekadar daerah penghasil nikel. Ia adalah medan pertempuran diam-diam antara ambisi industri dan jerit sunyi masyarakat adat, petani, dan nelayan. Di tengah pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang mencatat Rp139,88 triliun investasi pada 2024, dan target Rp162,57 triliun pada 2025, konflik seperti di Lamontoli mengingatkan bahwa pembangunan tanpa keadilan sosial adalah bangunan rapuh.

Gubernur Sulteng Anwar Hafid menjadi tokoh sentral dalam dinamika ini. Di satu sisi, ia tampil aktif mempromosikan investasi—bahkan dengan janji akan mengantar langsung izin ke rumah investor. Di sisi lain, ia juga pernah mencabut izin dua perusahaan tambang di Kinovaro dan menjanjikan penutupan tambang bermasalah di Palu, saat rakyat menyuarakan protes.

“Wilayah hancur ditambang, DBH (Dana Bagi Hasil) hanya Rp200 miliar,” kata Gubernur Hafid dalam sebuah forum. Kalimat itu bukan sekadar evaluasi fiskal—tapi pengakuan pahit atas ketimpangan struktural antara yang menikmati dan yang menanggung beban pembangunan.

Protes Lamontoli menunjukkan satu hal penting: lisensi sosial tak bisa dibeli dengan legalitas semata. Perusahaan boleh punya izin lengkap dari negara, tetapi tanpa penerimaan dari warga, operasi bisa terus-menerus terganggu. Ini pula yang disampaikan James Riady, pemimpin Lippo Group, saat menyatakan komitmennya berinvestasi membangun 1.000 rumah di Morowali—dengan catatan: “Selesaikan dulu soal perizinan dan konflik lahan.”

Sejumlah laporan mencatat bahwa konflik pertambangan di Sulawesi Tengah tak pernah benar-benar surut. Protes terhadap PT CORII, PT Vale IGP, dan bentrokan di kawasan IMIP Morowali hanya contoh dari luka-luka yang terbuka di tengah gempita investasi. Bahkan pada April lalu, masyarakat Matarape—masih di Kecamatan Sombori Kepulauan—juga turun menuntut hak atas tanah mereka yang masuk dalam IUP perusahaan tambang.

Aksi-aksi ini, meski kerap berakhir damai, tak jarang pula menyimpan bara: intimidasi, senjata tajam, dan bentrok fisik pernah terjadi di lokasi-lokasi lain. Kekerasan bukan tujuan masyarakat, tapi bisa jadi akibat ketika keluhan tak ditanggapi.

Pemerintah Sulawesi Tengah, jika ingin benar-benar mewujudkan iklim investasi yang sehat dan berkelanjutan, tidak cukup hanya mempermudah izin. Perlu ada jaminan bahwa lahan tak dirampas, masyarakat tak dimiskinkan, dan sungai tak tercemar. Pembangunan yang tak berpijak pada keadilan sosial dan ekologi, hanya akan menambah panjang daftar protes, bukan mendatangkan kemajuan sejati.

Protes Lamontoli mungkin berlangsung sehari. Tapi jika akar persoalannya tak disentuh, riaknya akan menggulung stabilitas jangka panjang yang menjadi fondasi semua mimpi investasi.

Sumber: Brita.id, Katadata.co.id, Kompas.id, AntaraNews, Mongabay, detik.com, JATAM Sulteng, dan dokumen hasil analisis lapangan

banner 325x300
3 Banner Iklan Berkedip Cepat
3 Banner Iklan LED Glow
Exit mobile version