Indeks

Rp53,7 Miliar dan Jejak Staf Khusus: Bupati Buol Terseret dalam Kabut Kasus Kemnaker

H. Risharyudi Triwibowo, MM yang akrab disapa Bowo Timumun atau singkatnya Bowo adalah anak asli Sulteng
banner 468x60

Jakarta, SultengDaily.com — Cuaca Jakarta tampak mendung pada Selasa pagi, 10 Juni 2025, ketika iring-iringan kendaraan pelat merah tiba di Gedung Merah Putih KPK. Di antara rombongan, tampak sosok yang tak asing bagi warga Sulawesi Tengah—Risharyudi Triwibowo, Bupati Buol yang baru dilantik Februari lalu. Ia hadir bukan sebagai tersangka, melainkan saksi dalam penyidikan megaskandal dugaan pemerasan tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), tempat ia pernah bertugas sebagai staf khusus menteri.

“Saya hadir untuk memenuhi panggilan KPK. Ini adalah bentuk tanggung jawab moral dan hukum saya,” ujar Triwibowo singkat sebelum memasuki ruang pemeriksaan, dikawal petugas lembaga antirasuah. Pemeriksaan ini menyusul penetapan delapan aparatur sipil negara (ASN) Kemnaker sebagai tersangka atas dugaan pemerasan dalam pengurusan dokumen Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), sebuah izin penting yang diwajibkan bagi perusahaan yang hendak mempekerjakan TKA.

banner 325x300

Menurut informasi resmi dari KPK, Triwibowo dimintai keterangan terkait masa tugasnya sebagai stafsus Menteri Ketenagakerjaan pada era Ida Fauziyah. “Pemeriksaan difokuskan pada perannya, pengetahuannya tentang dugaan aliran dana, dan prosedur RPTKA yang diduga disalahgunakan,” ujar juru bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam konferensi pers hari itu. Selain Triwibowo, KPK juga memeriksa Caswiyono Rusydie Cakrawangsa, eks stafsus lainnya, untuk mendalami pola dugaan praktik korupsi yang disebut telah berlangsung lintas periode kepemimpinan menteri sejak 2009.

Dugaan pemerasan ini beroperasi melalui eksploitasi celah regulasi yang memungkinkan keterlambatan penerbitan RPTKA memicu denda harian hingga Rp1 juta per orang TKA. Dengan ancaman denda dan potensi sanksi hukum bagi perusahaan pemohon, praktik suap diyakini terjadi secara sistematis. Hasil dari skema itu tak main-main—KPK mengungkap adanya aliran dana hingga Rp53,7 miliar yang diduga dikumpulkan oleh oknum ASN Kemnaker sepanjang periode 2019–2024.

Regulasi yang dijadikan alat dalam praktik ini, menurut pengamat hukum administrasi publik, harus ditinjau ulang. “Permenaker harus lebih akuntabel dan transparan. Setiap keterlambatan penerbitan izin seharusnya dilengkapi dengan sistem pelacakan digital, bukan diselesaikan dengan ‘biaya pelicin’,” ujar Agus Nurhadi, pakar dari Universitas Tadulako. Ia menambahkan bahwa Permendagri dan PP terkait layanan publik perlu diperkuat untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan di instansi pemerintah pusat.

Pemeriksaan terhadap Bupati Triwibowo menjadi sorotan bukan hanya karena posisinya sebagai pejabat aktif di daerah, tetapi juga karena Buol masih dalam fase konsolidasi pasca-Pilkada 2024. Ia baru saja menata ulang birokrasi, termasuk rencana mutasi ASN dan penguatan tata kelola perkebunan sawit. “Kasus ini jelas tidak terkait dengan peran saya di Buol. Tapi sebagai warga negara yang pernah mengabdi di kementerian, saya wajib hadir memberi klarifikasi,” tegas Triwibowo ketika dikonfirmasi media seusai pemeriksaan.

KPK juga mengindikasikan akan memanggil mantan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan Hanif Dhakiri untuk klarifikasi, mengingat dugaan praktik pemerasan ini telah berlangsung lebih dari satu dekade, sejak era Abdul Muhaimin Iskandar. “Kami berkomitmen mengungkap secara menyeluruh dan tuntas. Semua yang terkait akan dimintai keterangan,” tegas Budi Prasetyo.

Sementara itu, publik Buol diimbau untuk memisahkan antara proses hukum yang terjadi di tingkat nasional dengan dinamika politik dan pembangunan lokal. “Kami percaya Pak Bupati fokus menjalankan amanah di Buol. Kita dukung proses hukum berjalan, tapi mari juga jaga stabilitas pembangunan daerah,” ujar Usman Latif, tokoh masyarakat Buol, saat ditemui SultengDaily di Kantor Bupati.

Kasus ini bukan hanya soal siapa yang bersalah, tapi juga momentum untuk mereformasi sistem perizinan yang rentan korupsi. Bupati Triwibowo pun menutup komentarnya dengan pernyataan tegas: “Saya percaya, keadilan harus ditegakkan. Tapi jangan sampai ini membunuh semangat kita untuk memperbaiki negeri ini dari dalam.”

banner 325x300
3 Banner Iklan Berkedip Cepat
3 Banner Iklan LED Glow
Exit mobile version